KHUTBAH IDUL ADHA
Pesan Moral ‘Idul Qurban’
Untuk keluarga dan generasi bangsa
KHUTBAH PERTAMA:
السّلام عليكم ورحمةالله
وبركاته
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ
اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (×3
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا ، وَالحَمْدُ
لِلّهِ كَثِيْراً، وَسُبْحَانَ
اللّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً، لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ ، وَاللهُ اَكْبَر،ْ
اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ
اْلحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ للهِ، الَّذِى
جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ، وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ
عَرَفَةَ.
اللهُ اَكْبَرْ (3×)
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ، وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ اْلمَلِكُ
اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ، وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ
عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى
اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ، الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ.
اَمَّا بَعْدُ: فَيَا
عِبَادَاللهِ، اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ
وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Hadirin Jama’ah Sholat
Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Di
pagi yang penuh berkah ini,
di
balik hati yang cerah ceria, kita kembali mengumandangkan takbir berulang-ulang,
sebagai pernyataan yang tulus dan ikhlas akan kebesaran dan keagungan Allah
SWT, sekaligus sebagai pengakuan bahwa kita adalah hamba yang teramat kecil,
sangat lemah dan penuh keterbatasan. Kita memuja dan memuji kepada-Nya
sebagai wujud kesyukuran atas segala limpahan nikmat dan rahmat-Nya yang tak
terhingga.
Alhamdulillah, kita kembali merasakan
kegembiraan dan kebahagiaan dalam suasana Idul Adha pada hari ini. Bukan untuk berpesta pora, tetapi untuk melakukan muhasabah
dan mengambil ibrah dari perintah berkurban dan beribadah haji untuk mengenang kembali
peristiwa bersejarah yang dilakonkan oleh Nabiyullah Ibrahim ’alaihissalam
bersama Isterinya, Siti Hajar dan anaknya Ismail ’alaihissalam.
Kehidupan Nabi Ibrahim benar-benar
sarat dengan keteladanan yang patut diikuti untuk mendapatkan kehidupan yang
bersih dan bebas dari kesemrawutan dan kebrutalan yang melanda dunia saat ini. Beliau
adalah sosok pemimpin yang sangat konsen dan sabar dalam melahirkan dan membina
generasi penerus yang diharapkan menjadi
pemimpin masa depan.
Pada usia perkawinan yang sudah
sangat lama, di saat beliau dan istrinya sudah tua, anak yang ditunggu sebagai
generasi pelanjut belum juga dikaruniakan. Dalam penantian yang panjang seperti
itu, tidaklah menyebabkan Nabiyullah Ibrahim As berputus asa dari Rahmat Allah
SWT. Beliau tetap istiqamah, terus menerus berdo'a dan memohon kepada-NYA agar dianugerahi
keturunan yang shaleh. Beliau selalu berdo’a “Robbi habli minassholihin, Robbi
habli minassholihin, Robbi habli minassholihin”, Wahai Tuhan-ku karuniakanlah
kepadaku anak yang shaleh 3x. Akhirnya Allah menganugrahkan kepadanya seorang
anak yang diberi nama Ismail As.
Baru saja menikmati kebahagiaan
dengan kelahiran putranya Ismail, Allah lalu memerintahkan kepada Nabi Ibrahim
As untuk membawa dan menempatkan istri & anaknya di dekat Baitullah yang
sekitarnya gersang tak ada tanamannya. Hal ini disebutkan Allah dalam
firman-Nya:
رَّبَّنَا
إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ
الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ
“Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menempatkan
sebagian dari keturunanku di sebuah lembah yang tiada tanam-tanamannya, di
dekat rumah-Mu (Baitullah) yang disucikan, Ya Tuhanku (yang demikian itu) agar
mereka mendirikan shalat”. (QS. Ibrahim: 37)
Lihatlah bagaimana sosok
Nabiyullah Ibrahim As diuji oleh Allah dengan ujian yang sangat berat. Beliau diperintahkan untuk berpisah dengan keluarganya, bahkan disuruh untuk
menempatkan istri yang baru melahirkan dan anaknya yang masih merah di sebuah
tempat yang gersang, bahkan sangat gersang. Para ahli tafsir menggambarkan, saking
gersangnya tempat itu sampai-sampai rumputpun tidak tumbuh sama sekali. Istri ditinggal
sendiri tanpa suami dan sanak keluarga, tanpa pembantu dan tetangga. Ditinggal
di gurun pasir yang panas, bukit yang berbatu yang teramat tajam dan ganas.
Dalam kondisi seperti itu Siti
Hajar tidak berputus asa. Ketika semua perbekalannya telah habis, demi
keberlangsungan hidup anaknya dan demi kasih seorang ibu kepada anaknya, iapun
berlari mencari air dari bukit shafa ke bukit marwa. Setelah perjuangannya
telah mencapai titik terakhir, Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyang
menurunkan bantuan-Nya dengan mengeluarkan mata air di dekat kaki Ismail. Mata
air itu kemudian kita kenal dengan sumur zamzam yang mengalir dan dapat
dinikmati jutaan kaum muslimin hingga saat ini.
Sungguh benar janji Allah, fa-inna ma’al-‘usri yusra, inna ma’al-usri yusra. Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada
kemudahan, sungguh bersama kesulitan itu ada kemudahan.
Para muslimah patut meneladani
Siti Hajar karena beliau adalah sosok isteri yang yang tabah menghadapi ujian kehidupan yang
sangat berat. Isteri yang setia mendampingi suami dalam suka dan duka. Isteri
yang selalu mendukung perjuangan suami dalam menegakkan kebenaran. Beliau juga
seorang ibu yang ikhlas mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Ibu yang memiliki
perhatian besar terhadap masa depan putra-putrinya.
Allahu Akbar 3X, walillahilhamd
!
Kaum Muslimin dan Muslimat yang dirahmati Allah
Tatkala Ismail, Sang generasi
pelanjut yang telah lama dinantikan telah mencapai dewasa, sanggup “membantu
dan berusaha bersama ayahnya”, umur yang sudah bisa diajak bertukar pikiran
untuk mencari penyelesaian masalah yang ada, umur dimana Ismail telah
menampakkan tanda-tanda keshalehannya, umur yang sangat menyenangkan untuk
diajak jalan bersama, yang oleh Al-Qur’an disebut dengan ma'ahus
sa'ya, datanglah ujian keimanan
berikutnya. Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Allah yang tidak pernah
berbuat dzalim kepada hamba-Nya, memerintahkan kepada Nabi Ibrahim As untuk
menyembelih putranya tercinta, putra tunggal, harapan satu-satunya yang menjadi
pelanjut risalah perjuangannya.
Cinta orang tua kepada
Anak, harapan pemimpin kepada kader pelanjut perjuangan, dan rasa belas kasih
seorang hamba diperhadapkan dan dibenturkan dengan ketaatan dan kepasrahan
kepada kehendak dan perintah Allah Yang Maha Kuasa.
Nabi Ibrahim As menyadari bahwa hidup ini harus selalu dalam ketaatan
kepada Allah Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ketaatan
kepada Allah adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar. Apapun
pengorbanan yang diminta, apapun resiko yang harus ditanggung, perintah Allah itulah
yang terbaik, perintah Allah itulah yang harus didahulukan dan ditaati.
Bahkan sampai pada tingkat
dimana perintah itu dalam pandangan kita terasa dan terlihat seperti sesuatu
yang sangat tidak wajar, tidak masuk akal, bahkan tidak manusiawi, harus dan
wajiblah kita sebagai seorang yang mengaku beriman untuk mengatakan “Sami’na
wa ‘Atha’na – kami dengar dan kami patuhi”.
Menyadari akan hal
tersebut, Nabi Ibrahim pun menajamkan aqidah dan keyakinannya untuk mewujudkan perintah
itu. Beliau kemudian menyampaikan perintah Allah tersebut kepada putranya,
Ismail As. Di luar dugaan, beliau mendapatkan jawaban yang luar biasa. Tatkala beliau
mengatakan kepada putranya Ismail: “Wahai anakku sungguh aku melihat dalam mimpiku
bahwa aku diperintahkan Allah untuk menyembelihmu, maka kemukakanlah bagaimana
pendapatmu?. Dengan tegas, sopan dan
penuh keyakinan kepada Rahmat dan Kasih Sayang Allah SWT, Ismail As menampakkan
bukti keshalehannya, dengan menjawab:
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا
تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ﴿١٠٢﴾
"Wahai ayah, laksanakanlah apa yang
diperintahkan Tuhan kepada ayah, Insya Allah ayah akan mendapati saya dalam
keadaan sabar".(As-Shaffat;102)
Allahu Akbar 3X, walillahilhamd
!
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia.
Jawaban yang dilontarkan oleh
Ismail ini adalah gambaran keberhasilan sebuah proses pendidikan, yaitu
pendidikan tauhid, sebuah pendidikan yang telah dijalani dengan gemilang oleh
Nabiyullah Ibrahim dalam keluarga beliau. Pendidikan tauhid ini menjadikan
Ismail mampu menjalankan perintah Allah hingga dengan resiko pengorbanan nyawa
sekalipun.
Keteguhan hati dan kepasrahan yang
tinggi bagi Ismail untuk menerima perintah Allah yang sangat berat itu,
disebabkan karena keberhasilan kedua orang tuanya menanamkan ketauhidan dalam
jiwanya.
Keberhasilan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di dalam mendidik dan mengajar
anaknya bukanlah pekerjaan ringan, yang bisa
didapatkan dalam waktu yang singkat saja. Hal itu merupakan pekerjaan berat
yang butuh waktu panjang. Nabi Ibrahim secara terus menerus memberikan contoh langsung
tentang ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya dalam segala hal. Contoh inilah
yang selalu ditangkap dan dihayati oleh putranya Ismail sehingga terpatri dalam
jiwanya.
Sekarang mari kita tanya diri kita.
Sudahkah kita memberi keteladanan yang baik kepada anak-anak kita? Sudahkah
kita mendoakan mereka setiap selesai shalat agar menjadi anak-anak yang shaleh?
Sudahkah kita menyelamatkan mereka dari lingkungan yang rusak?
Kehidupan yang saat ini dibanjiri
informasi pornografi, hiburan kemakisatan, godaan dunia yang melalaikan,
sungguh merupakan tantangan yang sangat berat. Kita dikepung dengan gaya hidup berlebih-lebihan
yang mengejar kenikmatan dunia dengan segala cara. Jika kita tidak
sungguh-sungguh menyelamatkan anak dan keluarga kita, bisa jadi kita terseret
arus kemunkaran global ini.
Anak-anak kita perlu mendapatkan
perhatian yang serius dari kita para orang tua, guru dan pemerintah. Jangan sampai
hanya aspek intelektual saja yang diperhatikan, tetapi mental dan spritualnya
memprihatinkan. Jangan kita bangga dengan pendidikan yang hanya memacu
kecerdasan otaknya, tapi semakin hari semakin rusak akhlaknya, semakin jauh
dari agamanya.
Kita sangat mendambakan generasi
yang bertauhid dan berkarakter, berakhlak mulia dan tekun beribadah, anak yang
patuh dan hormat kepada orang tua. Kita mengharapkan generasi penerus yang
selalu siap pakai, siap menghadapi benturan dan tantangan hidup, memiliki etos
kerja yang tinggi, kuat, semangat dan siap berkorban. Sebagaimana yang telah dicontohkan
oleh sosok Nabi Ibrahim As dan keluarganya, Siti Hajar dan Ismail As.
Allahu Akbar 3X, walillahilhamd
!
Jama’ah kaum Muslimin dan Muslimat yang dirahmati
Allah
Pesan inti yang terkandung dalam syariat qurban, tidak lain adalah: bagaimana kita meningkatkan
semangat berkorban dalam kebaikan dan kebenaran. Makna dan hakikat kurban bukan
sekedar menyembelih hewan kemudian dagingnya disedekahkan kepada fakir miskin.
Tidak juga berarti bahwa daging dan darahnya yang akan sampai kepada Allah SWT.
Namun yang menjadi penilaian bagi Allah adalah kwalitas takwa yang dihasilkan
dari ibadah kurban itu sendiri. Allah berfirman:
`s9 tA$uZt ©!$# $ygãBqçté: wur $ydät!$tBÏ `Å3»s9ur ã&è!$uZt 3uqø)G9$# öNä3ZÏB 4 y
”Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai
kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu” (QS. Al
Hajj: 37)
Dengan demikian ibadah kurban merupakan konsekuensi iman
dan takwa kepada Allah SWT. Dalam konteks sejarah, dimana umat Islam menghadapi
berbagai cobaan, makna pengorbanan amat luas dan mendalam. Rasulullah s.a.w. dan
para sahabatnya yang berjuang menegakkan Islam di muka bumi ini memerlukan
pengorbanan yang teramat berat sebagaimana diderita oleh umat Islam di Mekkah
ketika itu.
Umat Islam disiksa, ditindas, dan sederet tindakan
keji lainnya dari kaum kafir Quraisy. Rasulullah sering dihina dan dicacimaki,
beliau pernah dilempari batu-batu oleh penduduk Thaif, dianiaya oleh kaum kafir,
Abu Lahab dan Abu Jahal memperlakukan beliau dengan kasar dan kejam. Para
sahabat seperti Bilal bin Rabah ditindih dengan batu besar di tengah sengatan
terik matahari,
Tak hanya itu, keluarga Rasulullah saw dibaikot dan
diasingkan. Berbulan-bulan mereka harus menangung penderitaan yang luar biasa.
Sudah menjadi sunnatullah bahwa pertarungan antara
al-haq dan al-bathil tidak pernah berakhir. Permusuhan orang kafir terhadap
Islam dan kaum muslimin akan terus berlanjut hingga akhir zaman. Mereka kaum
kafir terus berusaha untuk memadamkan cahaya Islam di muka bumi ini.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
يُرِيدُونَ
لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ ، وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ
كَرِهَ الْكَافِرُونَ
”Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut
(ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menyempurnakan cahaya-Nya meskipun
orang-orang kafir membencinya”.
(Ash-Shaff : 8)
Allahu Akbar 3X, walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum Muslimin rahimakumullah.
Qurban dan Pengorbanan dalam konteks kehidupan saat
ini, bisa dilihat dari seorang pemimpin yang berusaha untuk menyejahterakan
rakyatnya, pemimpin yang adil dan berusaha memberikan hak-hak bagi yang di
naunginya. Pengorbanan seorang suami sebagai kepala rumah tangga, berjuang
membanting tulang demi menafkahi dan menyelamatkan keluarganya. Kesetiaan seorang
istri terhadap suaminya juga merupakan wujud pengorbanan. Orang tua mendidik
dan membesarkan anak-anaknya sehingga menjadi sukses dan berhasil, juga wujud
pengorbanan .
Kesanggupan Nabi Ibrahim As menyembelih anak
kandungnya sendiri Nabi Ismail, bukan semata-mata didorong oleh perasaan taat
yang membabi buta, tetapi meyakini bahwa perintah Allah S.W.T. itu harus
dipatuhi. Bahkan Allah Ta’ala memberi perintah seperti itu sebagai peringatan
kepada umat yang akan datang agar siap mengorbankan diri, keluarga dan harta
benda yang disayanginya demi menegakkan perintah Allah.
Hidup adalah perjuangan dan setiap perjuangan pasti
memerlukan pengorbanan. Pengorbanan Nabi
Ibrahim bersama keluarganya patut selalu direnungi dan diteladani oleh semua
manusia dari segala usia dan latar belakang tingkat pendidikan. Karena semangat
berkorban adalah tuntutan paling besar yang ada dalam lingkungan keluarga,
masyarakat, maupun bangsa dan negara.
Allahu Akbar 3X, walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum Muslimin rahimakumullah.
Nabi Ibrahim juga dikenal sebagai
manusia yang patut diteladani dari segi kedermawanannya. Nabi Ibrahim dikenal sebagai orang yang paling senang
membantu kepada sesama manusia. Kebiasaannya yang seperti inilah yang membuat
orang sangat senang kepadanya.
Sifat dermawan ini hendaknya menjadi warna dari kehidupan seorang
muslim. Karena lewat jiwa-jiwa yang dermawan inilah dakwah Islam dapat
dikembangkan lebih maksimal dan dapat mengentaskan kemiskinan. Pada zaman
Rasulullah s.a.w. kedermawanan para sahabat yang dikaruniai kekayaan materi,
itulah yang menopang perjuangan risalah Islam, sehingga kita dapat menikmatinya
sampai saat ini.
Kita harus meyakini bahwa dengan berkorban di jalan Allah melalui infaq
fi sabilillah, kita tidak akan menjadi miskin dan harta pun tidak akan
berkurang, tetapi justru akan memberikan tambahan keberkahan. Rasulullah s.a.w.
bersabda yang artinya:
Setiap hari
dua malaikat turun kepada seorang hamba. Salah satunya berdoa: "Ya Allah
berilah pengganti dari harta orang yang berinfaq" Dan yang lain berdoa:
"Ya Allah binasakanlah harta orang yang tidak mau berinfaq" (HR.
Bukhari-Muslim)
Oleh karenanya, bagi kita
yang memiliki kelapangan rezeki. pada hari ini, marilah kita mengambil bagian dari kewajiban ber-qurban.
Masih ada waktu hingga 3 hari sesudah ini,yaitu hari yang kita kenal dengan
hari tasyriq. Allah SWT mengingatkan kepada kita:
(3) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
(2) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (1) إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu
pemberian yang banyak . Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah. Sesunguhnya orang-orang yang
membenci kamu dialah yang binasa”. (S.Al-Kautsar : 1 – 3)
Pada saat ini, Allah
menuntut kesiapan kita untuk berkorban lebih maksimal demi menggapai ridha-Nya.
Pengorbanan harta, raga, jiwa, waktu dan pikiran kita demi terbangunnya
Peradaban Islam dan tegaknya dinullah di muka bumi. Hanya dengan pengorbanan,
kita akan meraih kemuliaan hidup di
dunia dan di akhirat. Hanya dengan perjuangan dan pengorbanan, pertolongan
Allah akan datang dan kemenangan dan keberhasilan akan diraih.
Mudah-mudahan
perayaan Idul Adha kali ini, mampu menggugah kita untuk terus bersemangat, rela
berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan Negara. amiin 3x ya robbal alamin.
.
بَارَكَ
اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ . وَنَفَعَنِي
وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ
وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ، اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ.
فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah
kedua
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ
اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا،
وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً،
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ، وَاللهُ اَكْبَر، اللهُ اَكْبَرْ، وَللهِ
اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ
اِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ
اِلاَّ الله، وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ ، وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، الدَّاعِى اِلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ،
وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِه، وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ: فَياَ اَيُّهَا
النَّاسُ، اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ، وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى ، وَاعْلَمُوْا
اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ ، وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ،
وَقَالَ تَعاَلَى: اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى، يآ
اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلِّمْ، وَعَلَى آلِ
سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ، وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ،
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ، وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ
وَاْلاَمْوَاتِ.
اللهُمَّ اَعِزَّ
اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِين،
وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ ، وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْاَعْدَاءَالدِّيْنِ ، وَاعْلِ كَلِمَاتَكَ
اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ، وَاْلوَبَاءَ، وَالزَّلاَزِلَ،
وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ
وَاْلمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً، وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً .
اللهمّ اَنْزِلْنَا مُنْزَلاً، فَإِنَّكَ خَيْرٌ مُنْزِلِيْنَ
رَبَّنَا أَوْزِعْنَا
أَنْ نَشْكُرَ نِعْمَتَكَ، الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيْنَا، وَعَلَى وَالِدَيْنَا، وَأَنْ
نَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ،
وَأَدْخِلْنَا بِرَحْمَتِكَ، فِي عِبَادِكَ
الصَّالِحِين
اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، وَلاَ عَلَيْنَا ، اللَّهُمَّ عَلَى
الآكَامِ وَالظِّرَابِ ، وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
اَللَّهُمَّ اسْقِ عِبَادَكَ، وَبَهَائِمَكَ، وَانْشُرْ
رَحْمَتَكَ، وَأَحْيِي بَلَدَكَ الْمَيِّتَ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ، اللَّهُمَّ
أَنْتَ اللَّهُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، الْغَنِيُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ، أَنْزِلْ
عَلَيْنَا الْغَيْثَ ، وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ لَنَا قُوَّةً وَبَلَاغًا إِلَى
حِينٍ
اللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيثًا مَرِيئًا نَافِعًا ، غَيْرَ
ضَارٍّ عَاجِلاً ، غَيْرَ آجِلٍ
اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ
أَغِثْنَا
اللَّهُمَّ رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَداً آمِناً، وَارْزُقْ أَهْلَهُ
مِنَ الثَّمَرَاتِ، مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ.
رَبَّنَا
آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُللهِ رَبِّ
الْعَلَمِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ
وَاْلاِحْسَانِ، وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ، وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ ،وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ
اَكْبَرْ.
و السّلام عليكم ورحمةالله
وبركاته
0 Komentar:
Posting Komentar
- Mari budayakan berkomentar dengan baik dan bijak -