بسم
الله الرحمن الرحيم
KHUTBAH IDUL ADHA
BERKORBAN DEMI TEGAKNYA ISLAM
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر 9×
اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ ِللهِ
كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَإلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ
اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وِللهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْيَوْمَ
عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحَّدَنَا بِعِيْدِهِ كَأُمَّةٍ وَاحِدَةٍ، مِنْ
غَيْرِ الأُمَم، وَنَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ إِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ
وَاْلإِكْراَمِ.
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ أَنْتَ
وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ، اللَّهُمَّ
مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاء وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن
تَشَاء وَتُعِزُّ مَن تَشَاء وَتُذِلُّ مَن تَشَاء بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ
عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَشْهَدُ
اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ.
الَلَّهُمَّ صَلِّ وَاُسَلِّمُ عَلَى
حَبِيْبِناَ المُصْطَفَى، الَّذِّي بَلَّغَ الرِّسَالَةْ، وَأَدَّى الأَمَانَةْ،
وَنَصَحَ الأُمَّةْ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعاَ اِلَى اللهِ
بِدَعْوَتِهِ، وَجاَهَدَ فِيْ اللهِ حَقَّ جِهاَدِهِ.
اَمَّا
بَعْدُ:
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ
المُتَّقُوْنَ!
Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd
Kaum Muslim rahimakumullah:
Hari ini, umat Islam di seluruh dunia telah disatukan oleh Allah
sebagai satu umat. Mereka merayakan hari Raya Idul Adhha bersama-sama sebagai
umat Islam, bukan sebagai bangsa Arab, Afrika, Eropa, Amerika, Australia maupun
Asia. Mereka merayakan hari agung dan suci ini sebagai satu umat, yang diikat
oleh akidah yang sama, yaitu akidah Islam. Dan diatur dengan hukum yang sama,
yaitu hukum Islam.
Namun sayangnya, kesatuan mereka sebagai umat ini hanya sesaat.
Sebab, begitu mereka selesai mengerjakan shalat Idul Adhha, kesatuan itu pun
sirna. 1,4 milyar umat Islam yang kini tengah merayakan Idul Adhha itu pun
kembali menjadi buih, dan tidak berdaya menghadapi penistaan demi penistaan
yang terus menghampiri mereka.
Lihatlah, untuk menjaga kehormatan dan kesucian Nabi Muhammad dan
keluarga baginda, yang terus-menerus dihina dan dinistakan saja mereka tidak
mampu. Paling-paling mereka hanya bisa mengutuk, mengecam, memprotes atau
menuntut agar penguasa negeri kaum Muslim itu menyeret dan mengadili pelakunya.
Tetapi, apakah seruan itu pernah didengarkan? Tentu saja tidak. Karena para
penguasa mereka tidak pernah menjadi penjaga agama mereka. Tidak pernah menjadi
pembela kehormatan Nabi mereka. Bahkan, menjadi penjaga wilayah mereka sendiri
pun tidak. Sebaliknya, mereka malah bahu-membahu dengan kaum Kafir penjajah agar
bisa menduduki dan menguras kekayaan alam negeri-negeri mereka.
Lihatlah, andai bukan karena bantuan para penguasa yang berkhianat
kepada Allah, Rasul-Nya dan seluruh umat Islam, tentu AS dan sekutunya tidak
akan bisa menduduki Irak dan Afganistan. Israel juga tidak akan bisa
terus-menerus mengangkangi tanah suci Palestina, yang diberkati oleh Allah.
Pakistan juga tidak bisa diobrak-abrik dan diobok-obok oleh AS; sehingga AS,
dengan leluasa menjalankan operasi penculikan dan pembunuhan orang-orang yang
dianggap bisa mengancam eksistensinya. Allahu akbar.
Pertanyaannya, sampai kapan kondisi ini akan terus begini? Apa
yang menyebabkan kondisi umat yang dinyatakan oleh Allah sebagai umat terbaik
ini begitu menyedihkan?; sampai seluruh kehormatan mereka dinodai di depan mata
mereka, siang dan malam, mereka pun tak kuasa membelanya.
Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd
Kaum Muslim rahimakumullah:
Kondisi ini sudah diisyaratkan oleh baginda Rasulullah saw. Dalam
sabdanya, 14 abad yang lalu, baginda menyatakan:
«يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى
الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا، فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ،
قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ
السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ
مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ، فَقَالَ قَائِلٌ يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ»
“Nyaris saja umat-umat itu mengerumuni kalian sebagaimana
mereka mengerumi makanan di atas nampan. Ada yang bertanya, ‘Apakah karena
jumlah kita yang saat itu memang sedikit?’ Baginda Nabi menjawab, ‘Tidak.
Justru kalian ketika itu jumlahnya banyak, tetapi kalian ibaratnya seperti buih
yang diombang-ambingkan gelombang. Allah benar-benar akan mencabut dari
dada-dada musuh kalian perasaan segan terhadap diri kalian. Sementara Allah
benar-benar akan tanamkan ke dalam benak kalian penyakit wahn.’ Ada yang
bertanya, ‘Apakah penyakit wahn itu, wahai Rasulullah?’ Baginda menjawab, ‘Mencintai
dunia, dan takut akan kematian.’” (H.r. Ahmad dan at-Tirmidzi)
Penyakit wahn inilah yang menjangkiti umat Islam, sehingga mereka kehilangan haibah(wibawa), sebaliknya mereka justru menjadi penakut dan pengecut.
Bandingkan dengan sikap generasi emas terdahulu, sebagaimana yang ditunjukkan
oleh sikap Khalid bin Walid terhadap Hurmuz:
«أَمَّا بَعْدُ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ، وَأَعْقِدُ لِنَفْسِكَ
وَلِقَوْمِكَ الذَِّمَّةَ، وَأُقَرِّرُ بِالْجِزْيَةِ، وَإِلاَّ فَلاَ تَلُوْمَنَّ
إِلاَّ نَفْسَكَ، فَقَدْ جِئْتُكَ بِقَوْمٍ يُحِبُّوْنَ الْمَوْتَ كَماَ
تُحِبُّوْنَ الْحَيَاةَ»
“Amma ba’du, masuk Islamlah kamu, maka kamu pun akan
selamat. Aku telah mengikatkan jaminan untuk dirimu dan kaummu. Aku juga telah
menetapkan jizyah. Jika kamu tidak mau, maka jangan sekali-kali menyesal,
kecuali meratapi dirimu sendiri. Aku sungguh telah membawa kepadamu suatu kaum
yang lebih mencintai kematian, sebagaimana kalian mencintai kehidupan.”
Allahu Akbar, itulah rahasia kekuatan dan haibah (wibawa)
pasukan Khalid bin Walid, generasi emas yang pernah dilahirkan oleh baginda
Rasulullah saw. Inti dari kekuatan mereka adalah kesediaan mereka untuk
berkorban. Mengorbankan apa saja yang mereka miliki; harta, keluarga, bahkan
jiwa dan raga mereka. Dengan pengorbanan itulah mereka begitu menikmati
kematian, sebagaimana orang-orang Kafir menikmati kehidupan. Tidak ada rasa
takut dan gentar sedikit pun.
Mengapa kematian itu begitu mereka rindukan? Karena, di sanalah
mereka mendapatkan kebaikan di sisi Rabb-nya, jannah an-na’im (surga dengan segala kenikmatannya). Pandangan mereka nun jauh ke
akhirat; pada surga dengan segala kenikmatannya, dan neraka dengan segala adzab
dan siksanya, itulah yang menghidupkan hati mereka, yang membentuk ketakwaan
dan ketaatan mereka kepada Allah SWT.
Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd
Kaum Muslim rahimakumullah:
Kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail —’alaihima as-salam— dihadirkan oleh Allah kepada kita untuk menjadi ibrah, bagaimana ketataan seorang Ibrahim dan Ismail kepada Tuhannya;
yang membuat mereka dengan suka-rela mengorbankan milik mereka yang paling
berharga. Ibrahim bersedia menyembelih putranya, sementara Ismail dengan rela,
tanpa keberatan sedikit pun, bersedia disembelih oleh ayahandanya tercinta. Ini
semua, dilakukan demi membuktikan ketaatan mereka kepada Tuhannya.
Apakah fragmen seperti ini hanya ada di dalam kisah-kisah
al-Quran? Ataukah pernah ada dalam kehidupan nyata umat Islam? Ternyata,
fragmen seperti itu juga telah ditunjukkan dalam kehidupan nyata umat terbaik
ini. Adalah Muhaishah, sahabat Rasulullah saw. yang mengikuti perintah baginda
untuk membunuh seorang Yahudi dalam sebuah peperangan. Yahudi yang dibunuhnya
itu tak lain adalah pedagang yang biasa memberi pakaian kepadanya. Kakak
Muhaishah, yang belum memeluk Islam, yaitu Huwaishah marah kepada Muhaishah,
adiknya, seraya memukul dan menghardiknya, ”Apakah kamu membunuhnya? Demi Allah, makanan di
dalam perutmu itu berasal dari hartanya.” Muhaishah pun menjawab, ”Demi Allah, sekiranya orang yang memerintahkan
aku untuk membunuhnya, memerintahkan aku untuk membunuhmu, pasti aku akan
penggal lehermu.” Huwaishah bertanya lagi dengan
nada heran, ”Demi
Allah, kalau Muhammad memerintahkan kamu membunuhku, kamu akan
membunuhku?” Muhaishah menjawab dengan tegas, ”Benar.” Padahal, mereka adalah kakak-beradik. Allahu Akbar. Inilah manifestasi ketaatan yang mereka tunjukkan. Inilah ketaatan
generasi emas para sahabat Rasulullah saw.
Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd
Kaum Muslim rahimakumullah:
Jika pada yaum Nahr (hari berkurban) ini, menyembelih hewan kurban di tanah suci bagi
jamaah haji, pahalanya oleh Allah dihitung sebanyak tiap helai bulunya, maka
bagaimana dengan pengorbanan total yang kita berikan kepada Allah sebagai
manifestasi dari ketaatan kita dalam perjuangan untuk mengembalikan kehidupan
Islam?
Jika hari ini, jamaah haji yang tengah mengenakan pakaian ihram harus rela menahan sengatan panas matahari, sejak di Arafah,
Muzdalifah sampai ke Mina, dengan keringat dan bau badan yang mengalir dari
tubuh mereka, dan terhadap semuanya itu mereka dilarang untuk menutup kepala
dan memakai wangi-wangian, karena kelak Allah akan membangkitkan mereka sebagai
orang yang memenuhi panggilan-Nya (mulabbiyah).
Jika karena ketaatannya, jamaah haji mendapatkan kemuliaan yang luar biasa,
maka bagaimana dengan para pengemban dakwah, yang menghabiskan waktunya untuk
berdakwah, berjalan di bawah terik matahari, siang-malam hidupnya untuk
melakukan kontak dakwah, hari-harinya dihabiskan di perjalanan, hartanya pun
habis dibelanjakan di jalan Allah, tentu mereka akan mendapatkan kemuliaan yang
jauh luar biasa. Karena mereka bukan hanya menjalankan ketaatan untuk diri
mereka sendiri, sebagaimana jamaah haji, tetapi ketaatan yang juga bisa
ditebarkan kepada orang lain. Itulah kehidupan para pengemban dakwah. Pantaslah,
jika karena jerih payahnya itu, apa yang mereka lakukan dinyatakan oleh Nabi
lebih baik daripada terbitnya matahari dan bulan. Allahu Akbar 3x.
Inilah buah dari pengorbanan yang lahir dari ketaatan, ketakwaan
dan pandangan jauh ke akhirat itu. Orang-orang yang taat ketika dipanggil oleh
Allah, Rabb mereka, mereka pun menjawab:
«لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ
لا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ»
”Hamba datang memenuhi panggilan-Mu. Ya Allah, hamba
datang memenuhi panggilan-Mu. Hamba datang memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu
bagi-Mu.”
Bagi
mereka, tidak ada kata lain, kecuali: Sami’na wa atha’na; kami dengar, dan kami taat. Mereka tidak lagi memilih-milih,
karena tidak lagi ada pilihan bagi mereka di hadapan perintah dan larangan
Allah, kecuali patuh. Allah berfirman:
وَمَا
كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن
يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً ﴿٣٦﴾
”Dan tidaklah layak bagi orang Mukmin laki-laki maupun
bagi orang Mukmin perempuan, jika Allah dan rasul-Nyat telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) dalam urusan mereka.
Barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat,
dengan kesesatan yang nyata.” (Q.s. al-Ahzab [33]: 36)
Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd
Kaum Muslim rahimakumullah:
Marilah kita jujur, apakah sikap kita sudah seperti itu? Apakah
kita telah memiliki ketaatan total kepada Allah dan Rasul-Nya? Sudahkah kita
mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya dalam setiap perintah dan larangan-Nya?
Ketika Allah memerintahkan kita shalat, kita segera
melaksanakannya. Ketika memerintahkan kita berpuasa, kita juga segera
melaksanakannya. Ketika kita dilarang memakan Babi, kita pun segera meninggalkannya.
Lalu, mengapa ketika Allah memerintahkan kita untuk menerapkan hukum-hukum-Nya,
kita abai? Mengapa ketika Allah memerintahkan kita melaksanakan sistem ekonomi
berdasarkan hukum-hukum-Nya, kita tidak menunaikannya? Begitu pun ketika Allah memerintahkan
kita melaksanakan sistem pemerintahan berdasarkan hukum-hukum-Nya, kita tidak
melaksanakannya? Bukankah kita tahu, bahwa hanya dengan hukum-hukum-Nya
kehidupan kita akan menjadi lebih baik, dan mendapatkan kebahagiaan di dunia
dan akhirat? Bukankah kita juga tahu, bahwa tanpa sistem pemerintahan Islam
yang mampu mempersatukan umat, yakni Khilafah Islamiyah, umat ini menjadi lemah dan hina? Mereka tidak berdaya membela
kehormatan mereka.
Mengapa dan mengapa, seruan-seruan Allah itu tidak segera dilaksanakan?
Di manakah keataan total kita kepada Allah SWT, yang menciptakan kita, dan yang
menghidupkan dan mematikan kita? Layak kah dengan sikap seperti itu kita
mendambakan kemuliaan dan kehormatan. Layak kah dengan sikap seperti itu, kita
menjadi umat yang disegani oleh kawan dan lawan? Bukankah dengan sikap seperti
itu, kita justru telah menghinakan diri kita sendiri.
Lihatlah, kondisi politik, ekonomi, militer, sosial, budaya dan
semua bidang kehidupan umat Islam saat ini. Semuanya dalam kondisi yang
terpuruk. Kehidupan mereka dikuasai, dikontrol, disetir dan dijajah oleh
musuh-musuh mereka. Kita hanya jadi pengekor yang tunduk dan patuh kepada
orang-orang Kafir penjajah. Lihatlah, berapa ratus triliun rupiah telah
dihabiskan untuk melaksanakan sistem demokrasi, yang nyatanya tidak membawa
kebaikan bagi kehidupan mereka. Lihatlah ide-ide HAM, liberalisme, sekularisme,
kapitalisme, dan segala isme-isme yang lain, yang jelas bertentangan dengan
Islam, justru diterapkan oleh umat ini, karena mengekor orang-orang Kafir
penjajah? Kita rela tunduk dan patuh kepada musuh Allah, Rasul-Nya dan orang
Mukmin, sebaliknya rela mengkhianati Allah SWT dan Rasul-Nya. Jadilah kita umat
yang hina. Terpuruk dalam kenistaan, kemiskinan, dan kebodohan. Jadilah kita
korban keserakahan mereka hingga nyawa pun tidak ada harganya. Nyawa umat Islam
begitu murah. Justru ketika Nabi telah menitahkan dalam Haji Wada’:
«فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ
حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ»
”Sesungguhnya darah kalian, harta dan kehormatan kalian
adalah merupakan kemuliaan bagi kalian, sebagaimana kemuliaan hari ini, di
bulan ini dan di negeri ini.”
Tapi, lihatlah apa yang terjadi di Palestina, Irak, Afghanistan,
Kashmir, Moro, Pattani dan tempat lainnya menjadi bukti. Yang lebih menyedihkan
lagi adalah kita masih tetap bergelimang dalam murka-Nya, karena dosa-dosa
kita. Inilah kondisi terburuk umat Islam sepanjang sejarah.
Allahu Akbar 3x wa lillahil hamd
Kaum Muslim rahimakumullah,
Marilah kita tengok kondisi kaum Muslim di dalam negeri. Di negeri
yang mayoritas penduduknya Muslim ini, hanya tersisa banyaknya jumlah saja.
Bagaimana mungkin kita bangga sebagai Muslim kalau melarang dan membubarkan
Ahmadiyah yang jelas sesat dan kafir saja tidak bisa? Apa yang tersisa dari
identitas Islam kita, kalau melarang pornografi dan pornoaksi saja tidak bisa?
Orang menikah dengan cara yang sah diteriaki, dihujat dan dikriminalkan;
sementara orang yang berzina dan kumpul kebo dibiarkan. Ketika anak gadis kecil
menikah, dipersoalkan karena dianggap mengambil haknya sebagai anak, tetapi
ketika seorang perempuan rela hidup serumah tanpa tali pernikahan, tidak pernah
dikatakan dilanggar hak keperempuan, hak keisterian dan hak pernikahannya.
Inilah paradok perjuangan para pejuang HAM dan aktivis feminis. Belum lagi
problem kemaksiatan lain, seperti korupsi, pembunuhan tanpa hak, perjudian,
narkoba, suap, pemurtadan, praktik ekonomi ribawi, politik oportunistik yang
tumbuh sebagai kejahatan sistemik. Maksiat yang terbesar adalah ditinggalkannya
syariah Islam sekaligus diterapkannya hukum Kufur hingga menjadikan semua kaum
Muslim di negeri ini telah maksiat berjamaah. Seolah kita pun tidak takut lagi,
bahwa fitnah itu akan menyapu bersih siapa pun yang hidup di negeri penuh
maksiat ini, tanpa kecuali, sebagaimana yang diingatkan oleh Allah:
وَاتَّقُواْ
فِتْنَةً لاَّ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُواْ
أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٢٥﴾
”Takutlah kalian terhadap fitnah yang sekali-kali tidak
hanya akan menimpa orang yang zalim di antara kalian saja. Ketahuilah,
sesungguhnya Allah Maha Keras siksa-Nya.” (Q.s. al-Anfal [08]: 25)
Allahu Akbar 3x walillahil hamd.
Kaum Muslim rahimakumullah.
Kita telah menyaksikan semuanya itu dengan mata kepala kita. Belum
cukupkah semua keburukan dan kehinaan ini mendera kita? Masihkah kita berharap
pada keburukan dan kehinaan lain yang lebih buruk lagi? Padahal Allah telah
menjadikan kita umat paling mulia. Lalu di manakah kemuliaan kita sekarang?
Tidak ada lagi solusi bagi semua kehinaan dan kesengsaran kita
itu, kecuali dengan kembali kepada Islam, dengan menerapkan Islam secara kaaffah. Itulah yang menjadi penentu kemuliaan kita, sebagiamana dahulu
Rasulullah saw. dan para sahabatnya —radhiyallahu ’anhum— telah meraihnya. Demikian pula
khulafaur rasyidin, dan generasi-generasi setelahnya.
Wahai kaum Muslim, kini Allah memanggil kita, menuntut ketaatan
total kita kepada-Nya. Ketaatan itu menuntut kita untuk berkorban; mengorbankan
apa saja yang kita miliki demi menggapai ridha-Nya. Hanya dengan pengorbanan
demi ketaatan itulah, kita akan meraih kembali kemuliaan hidup kita, baik di
dunia maupun di akhirat. Dan, itu semua, wahai kaum Muslim, hanya bisa
diwujudkan jika hidup kita diatur dengan syariah-Nya di bawah naungan Khilafah Rasyidah ’ala Minhaj
an-Nubuwwah.
Inilah saatnya kita berkorban. Tampil ke depan membawa panji-panji
Islam. Berjuang dengan segenap daya dan kemampuan menyonsong kemengan yang
dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hari ini kita diperintahkan berkurban,
yang semestinya menjadi ibrah, dalam memberikan pengorbanan klita yang lain. Tidak hanya
berhenti pada penyembelihan kambing, sapi, atau unta. Namun pengorbanan harta,
waktu, jiwa dan raga kita demi tegaknya agama Allah di muka bumi. Ingatlah,
wahai kaum Muslim, bahwa untuk itulah Nabi bersumpah tidak akan pernah mundur walau
selangkan, sampai Islam menang atau baginda saw. binasa:
«وَاَللّهِ لَوْ وَضَعُوا الشّمْسَ فِي يَمِينِي، وَالْقَمَرَ فِي
يَسَارِي عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الأَمْرَ حَتّى يُظْهِرَهُ اللّهُ أَوْ
أَهْلِكَ فِيهِ مَا تَرَكْتُهُ».
”Demi Allah, andai saja mereka bisa meletakkan matahari
di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, (lalu mereka minta) agar aku
meninggalkan urusan (agama) ini, maka demi Allah, sampai urusan (agama) itu
dimenangkan oleh Allah, atau aku binasa di jalannya, aku tetap tidak akan
meninggalkannya.” (Hr.
Ibn Hisyam)
Karena itu pula, Rasulullah saw. tidak sekadar menyampaikan
risalah, tetapi juga menerapkan risalah itu dalam kehidupan nyata, sehingga
baginda dinobatkan sebagai Kepala Negara Islam pertama. Negara yang baginda
wariskan itulah yang disebut sebagai Khilafah,
dan kepala negaranya, disebut dengan Khulafa’ (jamak
dari Khalifah). Namun sayang, negara itu kini telah tiada, setelah dihancurkan
oleh kaum Kafir penjajah, Inggris dan sekutunya, bekerjasama dengan Kamal
Attaturk, la’natu-Llah
wa al-malaikah wa ar-Rasul wa an-nas ajma’in.
Padahal, dengan Khilafah itulah kaum Muslim pernah hidup mulia.
Dunia pun aman, damai, dan sejahtera di bawah naungannya selama puluhan abad.
Kini, setelah Khilafah tidak ada dan dunia tengah menghadapi krisis global,
Khilafah pun menjadi kebutuhan mendesak bagi seluruh umat manusia. Karenanya,
Khilafah bukan saja cita-cita perjuangan kaum Muslim, tetapi juga seluruh umat
manusia. Di saat kapitalisme sudah berada di ujung tanduk, maka kembalinya
Khilafah sudah di depan mata. Sekarang tinggal kita; apakah kita akan menjadi
pejuang atau pecundang? Menjadi pejuang, atau sekadar menjadi penonton? Sesungguhnya,
penerapan syariah dalam naungan Khilafah, merupakan kewajiban setiap Muslim,
sekaligus merupakan wujud mengurbanan hakiki kita dalam meraih kemuliaan dan
keridloan Allah SWT.
Akhirnya, marilah kita berdoa semoga Allah SWT memberi kita kesabaran
dan kekompakan, serta memungkinkan kita berperan penting dalam upaya menegakkan
dan memperjuangkan negara Khilafah.
اَللّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ والحمد لله رب العالمين.
اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا
وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَاْلأَمْوَاتِ ،
اَللّهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ
الْحِساَبِ وَمُحْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ
والَصَلِّيْبِيِّيْنَ الظَّالِمِيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَالرَّأْسُمَالِيِّيْنَ
وَاِخْوَانَهُمْ وَ اْلإِشْتِرَاكَيِّيْنَ وَالشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ
وَنَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ تَحْرِيْرَ بِلاَدِ فَلَسْطِيْنِ وَاْلأَقْصَى،
وَالْعِرَاقِ، وَالشَّيْشَانَ، وَأَفْغَانِسْتَانَ، وَسَائِرِ بِلاَدِ
الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ نُفُوْذِ الْكُفَّارِ الْغَاصِبِيْنَ وَالْمُسْتَعْمِرِيْنَ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَ
التُّقَى وَ الْعَفَافَ وَالْغِنَى نَاتِجَةً مِنْ صِيَامِنَا وَ اجْعَلْهُ
شَافِعًا لَنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ دَوْلَةَ
الْخِلاَفَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ
وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَاَهْلَهُ، وَ اجْعَلْناَ مِنَ الْعَامِلِيْنَ
الْمُخْلِصِيْنَ بِإِقَامَتِهَا بِإِذْنِكَ
يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أنْجِزْ لَنَا مَا وَعَدَنَا عَلَى
رَسُوْلِكَ مِنْ عَوْدَةِ الْخِلاَفَةِ الرَّاشِدَةِ عَلَى مِنْهَاجِ نَبِيِّكَ،
وَاجْعَلْنَا، وَذُرِيَّاتِنَا مِمَّنْ أَقَامَهَا بِأَيْدِيْنَا..
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ
تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ
تَقَبَّلْ مِنَّا دُعَائَنَا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ
الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَّسِيْنَآ أَوْ
اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى
الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ
وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى
الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ
الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ
رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ
وَللهِ الْحَمْدُ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
0 Komentar:
Posting Komentar
- Mari budayakan berkomentar dengan baik dan bijak -