(Khutbah Idul
Adha)
BERKURBAN SEBAGAI UJIAN KEIMANAN KEPADA ALLAH S.W.T
KHUTBAH PERTAMA
الله أكبر/ الله
أكبر/ الله أكبر/ الله أكبر/ الله أكبر/ الله أكبر/ الله أكبر/ الله أكبر/ الله
أكبر
الحمد لله الواحد
القهار، العزيز الغفار، مكور النهار على الليل، ومكور الليل على النهار، وأشهد أن
ﻻ إله إﻻ الله وحده ﻻشريك له، خلق اﻷمصار، وعمر اﻷرض بالديار، وباعد بين اﻷقطار،
وكتب على الناس اﻷسفار.
وأشهد أن محمدا عبد
الله ورسوله، المصطفى المختار، خير من حل وارتحل، ومكث وانتقل، وسار ونزل، وأقام
وسافر، وسكن وهاجر، وأقام فكان الخير في إقامته، ورحل فكان الظفر في رحلته، دلنا
على الخير في سفرنا وحضرنا، وإقامتنا وظعننا، صلى الله عليه وسلم، وعلى آله
اﻷطهار، وصحبه اﻷبرار، ومن اهتدى بهديه وسار على أثره، واقتدى به في حضره وسفره،
ما تعاقب الحديدان الليل والنهار.
أما بعد:
فاتقوا فإن تقوى الله
هي الزاد والعدة الله
Pada saat ini, umat muslim dari seluruh penjuru dunia, dari beragam
suku, beraneka budaya, bermacam warna, pria maupun wanita, berkumpul memunuhi
panggilan Allah melaksanakan ibadah haji. Saat ini, saudara-saudara kita wuquf
di Mina, tadi malam bermalam di Muzdalifah, adapun kemarin melakukan wuquf di
Arafah seharian. Mereka datang ke tanah haram memenuhi panggilan Allah.
لبيك
اللهم لبيك . لبيك لا شريك لك لبيك . إن الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك
“Aku datang memenuhi panggilanMu, Ya Allah. Aku datang memenuhi
PanggilanMu. Tiada Sekutu bagiMu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan hanya
milikMu, dan juga kerajaan. Tiada Sekutu bagiMu.”
Adapun umat muslim lainnya yang tidak melaksanakan ibadah haji,
ikut larut dalam meyambut hari besar hari raya idul adha, hari raya kurban.
Seluruh umat muslim turut menggemakan kalimat takbir, kalimat tahmid sebagai
wujud ketaatan dan pengakuan seorang hamba akan kebesaran dan keagungan Allah
SWT, Tuhan semesta alam raya.
Hari raya idul adha atau hari raya kurban tidak dapat terlepas dari
kisah teladan yang digambarkan dalam Al-Quran melalui seorang yang mulia yaitu
Nabi Ibrahim AS yang mampu menjalankan perintah Allah SWT untuk mengorbankan
anaknya Nabi Ismail dengan cara menyembelihnya. Namun, pada akhirnya tanpa
diduga, Allah mengganti Nabi Ismail dengan seekor domba yang gemuk. Sungguh
sangat luar biasa, ujian yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.
Dapat kita bayangkan, seorang nabi pun mendapatkan ujian dari Allah SWT,
apalagi kita sebagai manusia biasa. Hal ini, menunjukkan bahwasanya keislaman,
keimanan dan ketakwaan kita akan terus diuji oleh Allah SWT untuk melihat di
mana, pada level apa dan kualitas kita berada.
Pada kali ini hari raya Idul adha 1438, kita sebagai bangsa Indonesia
baru saja memperingati hari dan bulan kemerdekaan Republik Indonesia. Sebuah
kemerdekaan yang tidak dicapai dengan satu malam, namun butuh perjuangan selama
bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun dan berates-ratus tahun lamanya.
Perjuangan pada pendahulu dan pejuang kita tersebut, tentu tanpa henti dan tak
kenal lelah. Adapun pengorbadan para pejuang kita juga tak terhitung dan tak
ternilai. Mereka berkorban fikiran, tenaga, waktu, anak, isteri, saudara,
harta, bahkan jiwa raga turut dikorbankan. Sehingga, dengan rahmat Allah SWT
dan pengorbanan para pejuang, Indonesia dapat meraih kemerdekaan.
Namun, pada saat ini di Indonesia pasca kemerdekaan, kita
dihadapkan beraneka ragam krisis. Mulai dari krisis ekonomi, krisis alam,
sampai dengan puncaknya adalah krisis kepercayaan dan krisis moral. Kita saat
ini mengalami krisis kepercayaan sehingga sulit membedakan mana yang bermoral
dan mana yang sebaliknya. Mana Berita yang benar dan mana yang salah. Mana yang
berkorban, dan mana yang mendzalimi. Mana yang berjuang untuk umat, dan mana
yang sebenarnya mengorbankan umat. Krisis moralitas ini kemudian menimbulkan
krisis-krisis ketidakadilan ekonomi, ketidakadilan hukum dan akhirnya kita
semua saling dan hampir putus asa untuk saling percaya. Pada saat ini, sangat
sulit mencari pemimpin yang siap berkorban, menteri yang siap berkorban,
anggota DPR/MPR yang siap berkorban, pejabat yang siap berkorban, pendidik yang
siap berkorban, dan siswa yang siap berkorban. Kebanyakan dari mereka lebih
memilih memikirkan diri sendiri, isi perut sendiri, untung rugi sendiri.
Idul Adha ini adalah pelajaran pengorbanan, pengorbanan yang
dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS dalam mengorbankan sesuatu
yang paling dicintai karena Allah Azza wa Jalla.
Namun, bagi sebagian kita, mungkin berkorban adalah sesuatu yang
tidak rasional, suatu hal yang tidak logis. Bagaimana mungkin, kita memberi dan
mengorbankan harta kita yang telah kita raih dengan susah payah. Kok enak
sekali, kita bekerja keras, banting tulang, kemudian kita korbankan untuk orang
lain. Inilah mungkin logika banyak dimiliki manusia saat ini, maka pantaslah
kita menyaksikan beragam krisis terjadi.
Bagi orang Muslim, mu’min, logika tersebut adalah logika yang
salah, Bagi orang Muslim, mu’min, logika yang benar adalah
pertama: “pemberi rizki adalah Allah SWT”.
Allah berfirman:
وما
خلقت الجن واﻹنس إلا ليعبدون، مآأريد منهم من رزق ومآأريد أن يطعمون. إن الله هو
الرزاق ذوالقوة المتين.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.(). Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.() Sesungguhnya Allah Dialah Maha
pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (Al-Dzariyat 56-58)
Jika pemberi rizki satu-satunya adalah Allah, jika pemberi
kemudahan satu-satunya adalah Allah, maka jalan yang paling masuk akal untuk
mendapatkan rizki, mendapatkan kemudahan adalah dengan meminta kepadaNya,
berharap kepadaNya.
Maka Allah berjanji, jika mau tambahan rizki dan kemudahan yang
tidak dapat kamu bayangkan, maka jalannya adalah ketakwaan yaitu jalan
mengikuti perintahNya, menjauhi laranganNya. Allah SWT berfirman.
ومن
يتق الله يجعل له مخرجا، ويرزقه من حيث لايحتسب.
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan
baginya jalan keluar. () dan memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. (Al-Thalaq 2-3).
ومن
يتق الله يجعل له من أمره يسرا.
Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah
menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.(Al-Thalaq 4)
Kedua: orang muslim, mu’min meyakini bahwa “kadar rizki setiap
orang sudah ditentukan”
Allah SWT berfirman.
وَاللهُ
فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فيِ الرِّزْقِ.
Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam
hal rezki, (An-Nahl 71)
Jika kadar rizki sudah ditentukan berbeda-beda, maka apalah guna
dengki hati, iri hati, sakit hati kepada orang lain. Toh semua sudah diberi
jatah terbaiknya sesuai kadar keperluan dirinya, kadar keperluan keluarnganya
oleh Allah SWT. Bukankah Allah Maha Mengetahui segala kebutuhan kita?
Kalau rizki kita sudah dijamin dan ditentukan kadarnya oleh Allah,
kenapa kita menghalalkan segala cara untuk mendapatkan rizki, kenapa kita
sibuk-sibuk menjerumuskan diri ke dalam pekerjaan yang dimurkai Allah. Sungguh
sangat tidak masuk dalam logika seorang muslim, takut kelaparan, takut
kekurangan, takut kekurangan karena meninggalkan pekerjaan yang haram, toh
Allah sudah menjaminnya, toh kadar rizki kita juga sudah ditentukan. Dan
tentunya, jika kadar rizki sudah dijamin dan ditentukan, kenapa kita enggan
berkorban, karena pengorbanan yang keluarkan, tidak akan mengurangi sedikitpun
kadar rizki kita, bahkan Allah berjanji akan menambahnya.
Ketiga: walaupun sudah ditentukan kadar rizki, orang muslim, mu’min
faham betul bahwa “rizki harus dicari dan harus diusahakan”.
Allah SWT berfirman:
فإذا
قضيت الصلاة فانتشروا في الأرض وابتغوا من فضل الله واذكروا الله كثيرا لعلكم
تفلحون.
Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung (Al-Jum’ah 10)
Jika pemberi rizki hanya Allah, kadar rizki sudah ditentukan dan
kita diwajibkan untuk berusaha mencarinya, maka yang ada bagi kita hanyalah
berusaha keras, bekerja keras, berfikir keras, berkarya besar. Pendek kata,
yang perlu difikirkan oleh seorang muslim adalah bagaimana berkorban semaksimal
mungkin karena Allah. Tidak perlu berfikir saya dapat apa? Dapat berapa? Toh
hal itu Allah yang mengatur untuknya. Dalam bahasa Gontor: Bondo, Bahu, Pikir,
lek Perlu sak nyawane pisan. Inilah bahasa pengorbanan secara total, berkorban
harta, tenaga, fikiran, kalau perlu nyawapun dikorbankan, demi amanah dari
Allah SWT.
Maka dari itu, ciri seorang muslim adalah totalitas dalam
menjalankan amanah yang sedang diembankannya, baik sebagai mahasiswa, sebagai
dosen, sebagai pedagang, sebagai petani, sebagai pegawai, bahkan sebagai
presiden. Seorang muslim akan selalu berbuat total, berjuang dan berkorban.
Bukan sebaliknya, mencari keuntungan sendiri, mengorbankan orang lain, dan
bahkan mendzalimi orang lain untuk kepentingan diri sendiri. Hal ini tidak
perlu bagi seorang muslim, karena baginya, hanya Allahlah yang akan
mencukupinya lahir batin, dunia dan akhirat.
Namun demikian, ujian terhadap logika Islam ini akan selalu ada,
ujian terhadap pengorbanan yang kita lakukan, ujian terhadap keimanan dan
ketakwaan kita, bahkan ujian terhadap keikhlasan akan terus ada. Allah dalam
surat Yusuf mengabadikan nasehat Ya’kub kepada anak-anaknya
وَلاَتاَيْئَسُوْا
مِنْ رَّوْحِ اللهِ، إِنَّهُ لاَيَايْئَسُ مِنْ رَّوْحِ اللهِ إِلاَّ القَوْمُ
الكَافِرُوْنَ.
Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada
berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” (Yusuf 87)
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:
والذين
جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا، وإنا الله لمع المحسنين
Dan bagi mereka yang berjuang untuk (mencari keridhaan) Kami, Kami
akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguh Allah bersama
orang-orang yang berbuat baik. (Al-Ankabut: 69)
Lantas, sudahkan kita mau dan siap berkorban untuk umat, untuk
bangsa, untuk pondok, dan untuk universitas ini lillahita’ala. Berkorban
fikiran, tenaga, harta dan perasaan. Kesiapan diri untuk berkorban sangatlah
ditentukan oleh idealisme, cita-cita dan orientasi hidup kita. Bila hidup kita,
kita niatkan untuk berjuang dan memperjuangkan agama Allah, maka tidaklah akan
terasa berat untuk berkorban. Ini adalah masalah keyakinan, keimanan dan
ketaqwaan kita kepada Allah SWT, besar atau kecil. Keyakinan bahwa jika kita
mau memikirkan orang lain, membantu orang lain, pasti Allah SWT akan memikirkan
dan membantu kita. Apalagi jika kita siap memperjuangkan agama Allah, pastilah
Allah akan menjamin hidup kita dan memperjuangkan urusan kita. Inilah logika
religi, logika Allah SWT.
Sebaliknya, betapa akan terasa berat untuk melakukan hal-hal
tersebut di atas, bila kita menjadi manusia pragmatis, individualis apalagi
oportunis. Model manusia seperti ini, yang dipikirkan hanyalah mencari keuntungan
materi dan keuntungan dirinya sendiri. Sikap hidupnya selalu berhitung untung
rugi, kaya miskin, apa yang didapatkan, bukan apa yang dipersembahkan. Inilah
musuh perjuangan, musuh pengorbanan. Karena sesungguhnya tidak ada orang yang
kaya karena pelit, dan miskin karena dermawan. Pelit yang dimaksud tidaklah
terbatas pada pelit terhadap materi, tetapi pelit terhadap fikiran, tenaga dan
perasaan.
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang istiqomah dalam
berjuang, berkorban dan berbuat baik di jalan Allah SWT.
اَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ ربِّهِ
ونَهَيَ النَّفْسَ عَنِ اْلَهوَى فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ اْلمَأْوَى. جَعَلَنَا
اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ عباده المتقين وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ
عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ وَاَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ لِى وَلَكُمْ
وَلِوَالِدَيَّ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِروه
اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH KEDUA
الله
أكبر/ الله أكبر/ الله أكبر/ الله أكبر/ الله أكبر/ الله أكبر/ الله أكبر.
الحَمدُ
لله باَرِئِ ا لنَّسَمِ، وَخَالِقِ اللَّوْحِ والقَلَمِ، أَحْمَدُهُ – تَعَالىَ –
عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى مَا أَسْدَى
وَأَنْعَمَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ.
وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّناَ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ الهاَدِي إِلىَ
السَبِيْلِ الأَقْوَمِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ، وَصَحْبِهِ
وَسَلَّمَ.
أما
بعدُ فيا عباد الله أوصيكم وإيّاي نفسي بتقوى الله حقّ تقاته فقد فاز المتقون.
Jama’ah salat Idul Adha rahimakumullah,
dari khutbah pertama tadi, dapat disimpulkan bahwa bagi seorang
Muslim berkorban dijalan Allah secara total baik harta, tenaga, fikiran bahkan
nyawa adalah satu-satunya jalan yang logis dan masuk akal untuk mendapatkan
rizki dan segala kemudahan. Karena rizki dan kemudahan hanya milik dan dari
Allah, dan Allah berjanji bagi siapa saja yang takwa, taat kepadaNya, memberi
dan berkorban, maka Allah akan memberikan rizkinya dari jalan-jalan yang tidak
pernah disangka oleh manusia beserta segala kemudahannya.
Bagi seorang muslim, yang ada hanyalah berbuat maksimal dan total
dalam mengemban amanah apapun yang sedang dijalaninya, tentunya amanah yang
diridhai oleh Allah SWT. Maka seorang muslim selalu memilih amanah, pekerjaan
yang halal dan berbuat maksimal mengorbankan segala kemampuannya dan kemudian
hanya kepada Allah dia menggantungkan imbalan dari apa yang dilakukannya.
Pribadi dengan kepasrahan total kepada Allah, dan pengorbanan
maksimal dalam menjalankan tugas inilah sifat dasar seorang muslim. Dengan
kepribadian ini, maka setiap orang muslim dapat mengambil contoh dari Nabi yang
paling dicintainya, sehingga setiap orang muslim dapat mencontoh rasulnya dalam
menjadi rahmat bagi segenap alam. Maka hanya ditangan orang muslim yang kaffah
sajalah, Indonesia akan dapat dihantarkan kepada kesejahteraan, dan keadilan
yang sesungguhnya.
Allahu akbar 3x Laa Ilaha illallah Allahu Akbar Walillahilhamd
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Akhirnya marilah kita berdoa, menundukkan kepala, memohon kepada
Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim untuk kebaikan kita dan umat Islam dimana
saja berada:
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ ونَبِيِّكَ
وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمْ كَمَا رَبَّوْنَا صِغَارًا.
رَبَّنَا
ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ
مِنَ الْخَاسِرِيْنَ.
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ
تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنـَا إِنَّكَ
رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ.
اَللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ
وَعَمَلٍ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ
قَوْلٍ وَعَمَلٍ.
اَللَّهُمَّ
أَعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ يَا حَيُّ يَا قَيّوْمُ
يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
اَللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْنَا
مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ
وَآجِلِهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ.
اَللَّهُمَّ
اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَبِطَاعَتِكَ عَنْ مَعْصِيَتِكَ
وَبِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ يَا حَيُّ يَا قَيّوْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ
وَالإِكْرَامِ.
اَللَّهُمَّ
انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ الْمُجَاهِدِيْنَ فِي سَبِيْلِكَ فِي كُلِّ
مَكَانٍ.
اَللَّهُمَّ
أَفْرِغْ عَلَيْهِمْ صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَهُمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ
وَعَدُوِّهِمْ.
اَللَّهُمَّ
اكْتُبِ الشَّهَادَةَ عَلَى مَوْتَاهُمْ وَاكْتُبِ السَّلاَمَةَ عَلَى
أَحْيَائِهِمْ.
رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ.
رَبَّنَا
تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا
إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.
وَصَلَّى
اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى
الْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عباد
الله، إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفخشاء والمنكر
والبغي يعظكم لعلكم تذكرون. فاذكروا الله العظيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم
وادعوه يستجب لكم ولذكر الله أكبر.
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
0 Komentar:
Posting Komentar
- Mari budayakan berkomentar dengan baik dan bijak -