Khutbah Idul Adha
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (×3
اللهُ
اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ
اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ
للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ
وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×)
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ
اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ
وَطَهَّرْ
اَمَّا
بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ
اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang
dimuliakan Allah,
Di
pagi hari yang penuh barokah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat
‘Idul Adha. Baru saja kita laksanakan ruku’ dan sujud sebagai manifestasi
perasaan taqwa kita kepada Allah SWT. Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan
takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan pengakuan atas keagungan Allah. Takbir
yang kita ucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi merupakan
pengakuan dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia
yang beriman. Allah Maha Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah
kecuali Allah.
Karena itu, melalui
mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada hadirin
sekalian: Marilah tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang Maha
Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan kecongkaan yang dapat
menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Sebab apapun kebesaran yang kita
sandang, kita kecil di hadapan Allah. Betapapun perkasanya kita, masih lemah
dihadapan Allah Yang Maha Kuat. Betapapun hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita,
kita tidak berdaya dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.
Hadirin Jama’ah Idul
Adha yang dimuliakan Allah,
Idul adha dikenal dengan
sebutan “Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin sedang menunaikan haji yang
utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih dan
tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram, melambangkan persamaan akidah dan
pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala
segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa
sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil
bersama-sama membaca kalimat talbiyah.
لَبَّيْكَ
اللّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
Disamping
Idul Adha dinamakan hari raya haji, juga dinamakan “Idul Qurban”, karena
merupakan hari raya yang menekankan pada arti berkorban. Qurban itu sendiri
artinya dekat, sehingga Qurban ialah menyembelih hewan ternak untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT, diberikan kepada fuqoro’
wal masaakiin.
Masalah
pengorbanan, dalam lembaran sejarah kita diingatkan pada beberapa peristiwa
yang menimpa Nabiyullah Ibrahim AS beserta keluarganya Ismail dan Siti Hajar.
Ketika Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya
Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka
ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon
pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi
Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang
menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di
suatu tempat paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya
sendiri palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupun istrinya Siti Hajar, menerima
perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.
Seperti
yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum
hingga tidak bisa menyusui nabi Ismail, beliau mencari air kian kemari sambil
lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba
Allah mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi
Ismail memperoleh sumber kehidupan.
Lembah
yang dulunya gersang itu, mempunyai persediaan air yang melimpah-limpah.
Datanglah manusia dari berbagai pelosok terutama para pedagang ke tempat Siti
Hajar dan Nabi Ismail, untuk membeli air. Datang rejeki dari berbagai penjuru,
dan makmurlah tempat sekitarnya. Akhirnya lembah itu hingga saat ini terkenal
dengan kota mekkah, sebuah kota yang aman dan makmur, berkat do’a Nabi Ibrahim
dan berkat kecakapan seorang ibu dalam mengelola kota dan masyarakat. Kota
mekkah yang aman dan makmur dilukiskan oleh Allah dalam Al-Qur’an:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ
أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ
Artinya: Dan (ingatlah)
ketika Ibrahim berdo’a: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang
aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang
beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kiamat.”
(QS Al-Baqarah: 126)
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan
Allah,
Dari
ayat tersebut, kita memperoleh bukti yang jelas bahwa kota Makkah hingga
saat ini memiliki kemakmuran yang melimpah. Jamaah haji dari seluruh penjuru
dunia, memperoleh fasilitas yang cukup, selama melakukan ibadah haji maupun
umrah.
Hal
itu membuktikan tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan dan ekonomi,
serta keamanan hukum, sebagai faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan.
Yang semua itu menjadi dalil, bahwa do’a Nabi Ibrahim dikabulkan Allah SWT.
Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh orang Islam saja. Orang-orang yang
tidak beragama Islam pun ikut menikmati.
Allah
SWT berfirman:
قَالَ
وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ
وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Artinya: Allah berfirman:
“Dan kepada orang kafirpun, aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa
ia menjalani siksa neraka. Dan itulah seburuk buruk tempat kembali.”
(QS. Al-Baqarah: 126)
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan
Allah,
Idul
Adha yang kita peringati saat ini, dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari cara
memotong kurban binatang ternak. Sejarahnya adalah bermula dari ujian paling
berat yang menimpa Nabiyullah Ibrahim. Disebabkan kesabaran dan ketabahan
Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah
anugerah, sebuah kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).
Setelah
titel Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku,
mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh
urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai
hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal
bhaktinya!”
Kemudian
Allah SWT mengizinkan para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi
Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya
kepada Allah.
Dalam
kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan
1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan,
kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang
di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya
oleh seseorang “milik
siapa ternak sebanyak ini?” maka
dijawabnya: “Kepunyaan
Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku
serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku,
niscaya akan aku serahkan juga.”
Ibnu
Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi
Ibrahim itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji Iman dan Taqwa Nabi Ibrahim
melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih
berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya
dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat
mengerikan! Peristiwa itu dinyatakan dalam Al-Qur’an Surah As-Shoffat : 102 :
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا
تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ
سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: Ibrahim berkata :
“Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka
fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang
sabar.” (QS As-shaffat: 102).
Ketika keduanya siap
untuk melaksanakan perintah Allah. Iblis datang menggoda sang ayah, sang ibu dan sang anak silih berganti. Akan tetapi
Nabi Ibrahim, Siti hajar dan Nabi Ismail tidak tergoyah oleh bujuk rayuan iblis
yang menggoda agar membatalkan niatnya. Bahkan siti hajarpun mengatakan, : ”jika memang benar perintah Allah, akupun siap untuk di
sembelih sebagai gantinya ismail.” Mereka melempar iblis dengan
batu, mengusirnya pergi dan Iblispun lari tunggang langgang. Dan ini kemudian menjadi salah
satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah; jumrotul ula, wustho, dan
aqobah yang dilaksanakan di mina.
Hadirin Jama’ah Idul
Adha yang dimuliakan Allah
Setelah sampai disuatu
tempat, dalam keadaan tenang Ismail berkata kepada ayahnya : ”ayah, ku harap kaki dan tanganku diikat, supaya aku
tidak dapat bergerak leluasa, sehingga menyusahkan ayah. Hadapkan mukaku ke
tanah, supaya tidak melihatnya, sebab kalau ayah melihat nanti akan merasa
kasihan. Lepaskan bajuku, agar tidak terkena darah yang nantinya menimbulkan
kenangan yang menyedihkan. Asahlah tajam-tajam pisau ayah, agar penyembelihan berjalan singkat, sebab
sakaratul maut dahsyat sekali. Berikan bajuku kepada ibu untuk kenang-kenangan
serta sampaikan salamku kepadanya supaya dia tetap sabar, saya dilindungi Allah
SWT, jangan cerita bagaimana ayah mengikat tanganku. Jangan izinkan anak-anak sebayaku datang kerumah, agar
kesedihan ibu tidak terulang kembali, dan apabila ayah melihat anak-anak
sebayaku, janganlah terlampau jauh untuk diperhatikan, nanti ayah akan
bersedih.”
Nabi Ibrohim menjawab ”baiklah anakku, Allah swt akan menolongmu”. Setelah ismail, putra tercinta ditelentangkan diatas
sebuah batu, dan pisaupun diletakkan diatas lehernya, Ibrohim pun menyembelih
dengan menekan pisau itu kuat-kuat, namun tidak mempan, bahkan tergorespun
tidak.
Pada saat itu, Allah swt
membuka dinding yang menghalangi pandangan malaikat di langit dan dibumi,
mereka tunduk dan sujud kepada Allah SWT, takjub menyaksikan keduanya. ”lihatlah hambaku itu, rela dan senang hati menyembelih
anaknya sendiri dengan pisau, karena semata-mata untuk memperoleh kerelaanku.
Sementara itu, Ismail
pun berkata : ”ayah.. bukalah ikatan kaki dan tanganku, agar Allah SWT tidak
melihatku dalam keadaan terpaksa, dan letakkan pisau itu dileherku, supaya
malaikat menyaksikan putra kholilullah Ibrohim taat dan patuh kepada
perintah-Nya.”
Ibrohim mengabulkannya.
Lantas membuka ikatan dan menekan pisau itu ke lehernya kuat-kuat, namun
lehernya tidak apa-apa, bahkan bila ditekan, pisau itu berbalik, yang tajam
berada di bagian atas. Ibrohim mencoba memotongkan pisau itu ke sebuah batu,
ternyata batu yang keras itu terbelah. ”hai pisau, engkau sanggup membelah batu, tapi kenapa tidak sanggup
memotong leher” kata ibrahim. Dengan
izin Allah SWT, pisau itu menjawab, ”anda katakan potonglah, tapi Allah mengatakan jangan potong, mana mungkin
aku memenuhi perintahmu wahai ibrahim, jika akibatnya akan durhaka kepada Allah
SWT”
Dalam pada itu Allah SWT
memerintahkan jibril untuk mengambil seekor kibasy dari surga sebagai gantinya.
Dan Allah swt berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya,
tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi ayah
dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah
mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana
diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنَاهُ
بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Dan kami tebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar.”
وَتَرَكْنَا
عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang
baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian.”
سَلَامٌ
عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan
kepada Nabi Ibrahim.”
كَذَلِكَ
نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Demikianlah kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik.”
Menyaksikan
tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia
itu, Malaikat Jibril menyaksikan ketaatan keduanya, setelah kembali dari syurga
dengan membawa seekor kibasy, kagumlah ia seraya terlontar darinya suatu
ungkapan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim
menyambutnya “Laailaha
illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian di sambung oleh Nabi Ismail
“Allahu Akbar Walillahil Hamdu.’
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan
Allah
Inilah
sejarah pertamanya korban di Hari Raya Qurban. Yang kita peringati pada pagi hari ini. Allah Maha
pengasih dan Penyayang. Korban yang diperintahkan tidak usah anak kita, cukup
binatang ternak, baik kambing, sapi, kerbau maupun lainnya. Sebab Allah tahu,
kita tidak akan mampu menjalaninya, jangankan memotong anak kita, memotong
sebagian harta kita untuk menyembelih hewan qurban, kita masih terlalu banyak
berfikir. memotong 2,5 % harta kita untuk zakat, kita masih belum
menunaikannya. Memotong sedikit waktu kita untuk sholat lima waktu, kita masih
keberatan. Menunda sebentar waktu makan kita untuk berpuasa, kita tak mampu
melaksanakannya, dan sebagainya. Begitu banyak dosa dan pelanggaran yang kita
kerjakan, yang membuat kita jauh dari Rahmat Allah SWT.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan
Allah
Hikmah yang dapat
diambil dari pelaksanaan shalat Idul Adha ini adalah, bahwa hakikat manusia
adalah sama. Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang menunaikan ibadah
haji, pada waktu wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan
dikumpulkan di padang mahsyar untuk dimintai pertanggung jawaban.
Di samping itu, kesan
atau i’tibar yang dapat diambil dari peristiwa tersebut adalah:
Pertama, Hendaknya kita sebagai orang tua, mempunyai upaya yang
kuat membentuk anak yang sholih, menciptakan pribadi anak yang agamis, anak
yang berbakti kepada orang tua, lebih-lebih berbakti terhadap Allah dan
Rosul-Nya.
Kedua, perintah dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan
oleh Allah SWT, harus dilaksanakan. Harus disambut dengan tekad sami’na wa ‘atha’na. Karena sesungguhnya, ketentuan-ketentuan Allah SWT
pastilah manfaatnya kembali kepada kita sendiri.
Hadirin Jama’ah Idul
Adha yang dimuliakan Allah,
I’tibar ketiga, adalah kegigihan syaitan yang terus menerus mengganggu
manusia, agar membangkang dari ketentuan Allah SWT. Syaitan senantiasa terus
berusaha menyeret manusia kepada kehancuran dan kegelapan. Maka janganlah
mengikuti bujuk rayu syaithon, karena sesungguhnya syaithon adalah musuh yang
nyata.
Keempat, jenis sembelihan berupa bahimah (binatang ternak),
artinya dengan matinya hayawan ternak, kita buang kecongkaan dan kesombongan
kita, hawa nafsu hayawaniyah harus dikendalikan, jangan dibiarkan tumbuh subur
dalam hati kita.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan
Allah,
Tepatlah
apabila perayaan Idul Adha digunakan menggugah hati kita untuk berkorban bagi
negeri kita tercinta, yang tidak pernah luput dirundung kesusahan. Sebab pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat manusia
itulah yang membuat Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan
mempunyai arti besar. Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah
sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah
kering, sejak ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta
liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu
Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.
Akhirnya dalam kondisi seperti
ini kita banyak berharap, berusaha dan berdoa, mudah-mudahan kita semua, para pemimpin kita,
elit-elit kita, dalam berjuang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan
kelompok, tapi berjuang untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat, bangsa dan
negara. Kendatipun perjuangan itu tidaklah mudah, memerlukan pengorbanan yang
besar. Hanya orang-orang bertaqwa lah yang sanggup melaksanakan perjuangan dan
pengorbanan ini dengan sebaik-baiknya.
Mudah-mudahan
perayaan Idul Adha kali ini, mampu menggugah kita untuk terus bersemangat, rela
berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara amiin 3x ya robbal alamin.
أعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ
اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ
بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ
وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا
اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH
KEDUA :
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا
وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ
اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ
اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ
فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ
بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى
بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ
سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ
اْلمُقَرَّبِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ
اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ
عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِين وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْاَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتَكَ اِلَى
يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ
وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ
وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا
خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا
رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
اللهمّ
انزلنا فإنك خير منزلين
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَالَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ
وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
0 Komentar:
Posting Komentar
- Mari budayakan berkomentar dengan baik dan bijak -